Jumat, 16 November 2018

TINDAKAN PREMANISME TERHADAP MAHASISWA DI KAMPUS STIE BIMA ADALAH UPAYA UNTUK MELANGGENGKAN BUDAYA OTORITER



Oleh: Jirin
Semarang, 16 November 2018.

     Ada banyak sekali cara yang dilakukan oleh birokrat kampus untuk menghentikan pelaku-pelaku demonstran terhadap mahasiswanya. Jika mereka, para birokrat kampus sungkan terhadap pernyataan yg muatanya penuh akan kritikan, mereka para birokrat kampus yg punya otoritas tertinggi dalam wilayah kampus, tidak segan-segan untuk melancarkan siasat untuk membungkam massa aksi. Siasat-siasat yang di lakukan tidak lain dan tidak bukan untuk menghentikan, dan membubabarkan barisan massa aksi yang tengah berdemonstrasi. 

       Jika mereka berupaya untuk menghentikan nya dengan cara yang halus, cukup memberikan suapan dalam bentuk nominal terhadap para pelaku demonstran. Dengan embel-embel duit mereka para birokrat kampus berharap para mahasiswa yang demonstrasi lewat suapanya itu, agar tidak lagi melakukan aksi atau bubar dalam barisan aksi massa. Akan tetapi cara yg demikian jarang kita ketahui karena beberapa indikasi dapat memicu konflik internal massa aksi, akibat penyaluran dalam bentuk nominal tersebut, kawan-kawan massa aksi yang lain barangkali ada yg tidak sepakat oleh  karena kawanya telah menerima suapan. Adanya suapan tidak lain karena berangkat dari kepentingan perorangan yang punya ambisi semata-mata ingin mencari duit oleh segelintir pelaku aksi yang memanfaatkaan massa aksi yang lain. Selain dengan cara yang halus, adapun cara lain yang lebih ngeri dan brutal adalah,  salah satunya dengan memanfaatkan tenaga preman untuk membubarkan para demonstran.

       Aksi premanisme sering kali kita lihat di berbagai media-media bahkan sekarang yang lebih nampak lagi di jagad dunia maya yaitu tindakan represif oleh sekelompok preman terhadap mahasiswa STIE bima yang tengah melakukan aksi demonstran di depan gedung rektor. Rupanya kita telah di pertontokan oleh tindakan anarkis brutal yang dimana, ketika para mahasiswa sedang berorasi tiba-tiba mereka di hadang oleh sekelompok preman yang berusaha membubarkan mahasiswa yang tengah berdemonstrasi, seketika itu terjadilah adu pukul, dan saling berkejaran. Tidak hanya di bima di semarangpun pernah terjadi kasus tindakan represif yang demikian dimana pihak rektor dengan mobilnya menabrak massa aksi yang sedang berdemonstrasi di halaman gedung rektorat. Kejadian tersebut terkadang menjadi momok yang di takuti oleh segelintir mahasiswa dan membuat marah dari kelompok-kelompok aktivis perjuangan yang dimana tindakan yang tidak wajar tersebut tengah buming di berbagai media sosial dan mendapat kecaman pedas oleh berbagai netizen.

        Kita selaku kaum yang terdidik lewat dunia akademik kampus, sangat memalukan dan prihatin jika melihat tindakan represif tersebut yang dimana pihak kampus telah membiarkan para premanya untuk datang menghentikan kawan-kawan mahasiswa yang sedang aksi. padahal kejadian ini terjadi di lingkungan kampus yang dimana mahasiswa punya hak akan kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan mengkritik, dan kebebasan untuk berserikat. Dan kampus sebagai lingkungan akademik tidak seharusnya melibatkan atau memasukan premanisme di dalam wilayah kampus apapun bentuk alasanya. akan menjadi tanda tanya besar jika pihak kampus melakukan tindakan pembungkaman, pembubaran, serta pengkerdilan massa aksi, agar mereka para demonstran senantiasa tidak lagi memberikan kritik terhadap birokrat kampus, lalu dengan jalan menggunakan jasa premanisme pihak birokrat kampus seakan persoalan tersebut terselesaikan lewat tindakan anarkis preman. Lewat kejadian tersebut, cukup kita tahu bahwa mereka para birokrat kampus yang anti terhadap kritik, telah menciderai dunia akademisi yang dimana telah membiarkan tindakan represif dalam dunia kampus, kampus telah memelihara preman-preman untuk di jadikan alat pembungkaman terhadap mahasiswa. Dan pihak birokrat kampus yang tidak menghargai atas kebebasan berekspresi, berserikat dll. Kampus dan mahasiswa tidak dapat di pisahkan satu sama lain, keduanya saling membutuhkan dalam bingkai simbiosis mutualisme. Dengan kejadian itu bisa kita simpulkan bahwa pihak Kampus tengah berupaya melanggengkan budaya otoriter fasisme di kampus.

        Jika terdapat kritikan, aksi demonstran yang di lakukan mahasiswa terhadap birokrat kampus, itu semata-mata karena mahasiswa menginginkan kampusnya lebih baik dari yang sebelumnya. Akan tetapi kritikan dari kawan-kawan mahasiswa yang punya kemauan untuk memperbaiki kampus malah di hadapkan dengan situasi yang bersifat represifitas. Akan sangat di sayangkan perilaku yang demikian.

Jika kita mengkritik kampus lalu di hadapkan dengan sikap premanisme.
Cukup satu kata ....lawaaaann

Stop tindakan represifitas preman di kampus.

Tidak ada komentar: