Sabtu, 11 Juni 2011

Refleksi Sistim ke-indonesiaan yang menindas

Refleksi Sistem Ke-Indonesiaan yang Menindas
Muh.Ikhsanul Yakin
Aktifis HMI MPO
         Perjalanan reformasi yang sudah melewati fase-fase penting mulai masa transisi,instalisasi regulasi,eksiprimentasi sampai pada fase konsolidasi sistem reformasi periode ini. Tidak ada suatu titik demarkasi yang tegas dan membedakan antara rezim orde baru dengan sistem reformasi.masyarakat marjinal masih tetap dalam posisi yang tertindas dan melarat.bahkan reformasi yang kita harapkan akan membawa perubahan yang lebih baik ternyata hanyalah euporia sesaat karena peralihan itu menempatkan kembali aktor-aktor lama dalam pengelolaan negara.Reformasi merupakan wujud rekonsolidasi rezim orde baru dan semakin memperjelas watak orbaisme yang materialistik dan militeristik dalam wujud kebijakan negara sehingga penghianatan terus menerus terjadi (1). Reformasi yang didengungkan oleh rakyat Indonesia adalah reformasi yang yang merubah budaya-budaya ORBA yang doyan korupsi akan tetapi kenyataanya reformasi hanyalah merubah orangnya saja kultur yang di pakai tetap saja seperti rezim orde baru, kekuasaan rezim Suharto yang tak ubahnya seperti penguasa diktator Facisme Italy dan Jerman.
         Tumbangnya rezim otoriter orde baru menandakan bahwa indonesia telah terlepas dari belenggu permasalah yang menindas selama 32 tahun yang didalamnya terdapat nilai-nilai ketertindasan yang cukup terkenal adalah KKN.Tanggal 21 mei 1998 adalah kemenangan rakyat indonesia yang meruntuhkan tembok raksasa pertahanan rezim orde baru yang menggunakan militer sebagai boneka yang bisa mereka peralat untuk membunuh siapa saja yang berani menentang segala kebijakan rezim Suharto,dengan keringat darah mahasiswa yang menjadi garda terdepan perjuangan melawan militer yang cukup refresif berhasil menguasai panggung senayan sehingga memaksa rezim suharto untuk mundur dari kursi orang nomor satu di indonesia,malapetaka ini cukup terkenal dengan “reformasi”.dengan tumbangnya rezim otoriter suharto dari penguasaan indonesia selama mundurnya Sukarno (rezim Orde lama) itu bukanlah ending dari perjuangan rakyat akan tetapi masih banyak tugas panjang yang menanti kedepannya bagaimana bumi pertiwi ini menjadi bangsa yang menjunjunng tinggi nilai demokrasi dan rakyat sebagai pemegang otoritas segalah kebijakan.
         Walaupun reformasi begitu bergemuruh menandai satu prosesi peralihan besar ternyata semakin memperuncing penindasan.alih-alih melawan sistem ekonomi politik neo liberalisme dan kembali kepada konstitusi,kebijakan SBY-Budiono yang saat ini faforit kembali menjadi presiden indonesia jili ke-II telah secara tegas mendeklarasikan diri untuk menjadikan republik ini sebagai medan rezim neo liberalisme.Mereka dengan sengaja menempatkan aktor-aktor mafia berkeley dalam kementerian kenegaraan dan pemegang kebijakan-kebijakan moneter(2).Tentu kita masih ingat Sry Mulyani dan Budiono tersandung dalam kasus bulogate Century yang sampai pada saat ini masih belum jelas status hukumnya dan para antek2nya yang melakukan kasus tersebut belum saja di tangkap untuk bertanggung jawab terhadap hilangnya uang rakyat senilai milyaranitu, ini adalah sebuah kritikan keras terhadap lembaga penegak hukum kita yang tidak mau tahu terhadap kondisi bangsa hari ini yang kian carut-marut terhadap kondisi perpolitikan indonesia yang di kuasai oleh mafia birokrasi, sementara rakyat yang nota bene sebagai pemillik sah negeri ini semakin di tindas oleh sistim-sistim yang bobrok yang dijalankan oleh mafia-mafia birokrat.Apakah semua institusi yang memiliki hak otoritas tertinggi pada negara itu telah disuap oleh oknum-oknum tertentu?wallahualam.
         Implikasi langsung sistem rezim SBY-Budiono yang liberalistik neo liberal mengakibatkan kehidupan sosial masyarakat semakin tertindas.Eskalasi kemiskinan berjalan secara dengan sistematik.termasuk ikon mahasiswa yang dilekatkan dengan agen of change dan kaum terdidik saat ini mengalami krisis yang cukup akut.Perubahan drastis kultur masyarakat dan hilangnya ruh kritisme mahasiswa adalah dominan akibat dari elit negara yang khianat yang nyata-nyata kebijakanya berpihak pada kolonial asing IMF,World bank,WTO dan para kompradornya.Misi mereka untuk menjadikan masyarakat dari negara berkembang sebagai “budak” dan “buruh” terlihat sangat sukses.Termasuk mahasiswa yang di bunuh nalar kritisismenya,di bentuk menjadi identitas robot dan dengan sengaja di hilangkan peran intelektualnya.
        Lihat kondisi rakyat indonesia sekarang pemukiman kumuh bertebaran di mana-mana,buruh semakin di tindas oleh majikan, penggusuran rumah-rumah kaum proletar terjadi di seluruh wilayah indonesia,pemuda-pemuda tak bekerja alias ngganggur,ini di karenakan para elit politik kita sibuk dengan urusan yang di buatnya sendiri lihat di panggung megah senayan ketika ada persoalan yang kecil maka para mafia-mafia birokrat sengaja memperbesarkanya agar supaya suasana perpolitikan di indonasia semakin panas sehingga persoalan rakyat tidak di prioritaskan.Apakah mungkin lupa? mereka duduk di kursi empuk DPR itu adalah hasil kepercayaan masyarakat bagaimana hak-hak rakyat hari ini dapat di penuhi oleh mereka tapi sejatinya mereka malah menipu rakyat.Sebagai contoh berbicara penyemerataan hak antara masyarakat pulau jawa dengan masyarakat luar pulau jawa,para elit politik indonesia bersikap diskriminatif terhadap masyarakat luar pulau jawa,lihat kondisi daerah papua yang belum terjangkau oleh aliran listrik mungkin ini juga terjadi di daerah lain ,tingkat pendidikan daerah NTB,NTT,Maluku,papua adalah yang paling buruk se indonesia.ini adalah segilintir masalah dari banyaknya persoalan yang menimpa rakyat luar pulau jawa.maka dari itu kita bisa menilai kepemimpinan rezim SBY-Budiono jilid ke-II tidak dapat mensejahterakan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai yang di amanatkan dalam UUD 1945,dan pemimpin hari ini bobrok tidak mau tahu terhadap kondisi yang menimpa bangsa indonesia sekarang terutama persoalan rakyat padahal rakyat pemilik sah negeri ini tidak dapat kebagian terhadap melimpahnya kekayaan bumi indonesia.apakah pemimpin yang seperti ini yang harus kita percayai,rezim yang hanya bisa mengubar janji.maka sudah saatnya kita memilih imam sesuai dengan kriteria islam karena memang pemerintahan islamlah yang mampu mengatasi sekaligus solusi kongrit untuk menyelesaikan segala persoalan yang menimpa bangsa ini.
Kriteria pemimpin/khalifah islam menurut HMI MPO:
1.Beriman hanya kepada Allah
2.Memiliki kealiman dan kearifan tentang syariat,ilmu pengetahuan,politik,dsb.
3.Memiliki kualitas ulil albab (berilmu dan hikmah,kritis dan teguh pendirian,progresif hanya takut kepada Allah dan tekun beribadah)
4.memiliki sifat-sifat nabi (shidiq,Amanah,Tabligh,fatonah)
Refleksi bagi para reformis
         Ada banyak pertanyaan yang sekarang ini muncul ke permukaan berkenaan dengan bangsa indonesia.pertanyaan tersebut antara lain “mengapa krisis di indonesia sampai saat ini belum bisa di pulihkan?” ”benarkan bangsa ini sudah berada pada titik kebuntuan?” ”Akankah titik balik kegagalan yang akan mengisi lembar perpolitikan indonesia ke depan?” pertanyaan-pertanyaan tersebut menggugah penulis untuk melakukan sebuah refleksi untuk urun rembuk mencermati persoalan bangsa yang carut-marut hingga saat ini.Selain itu,fenomena radikalisasi gerakan mahasiswa seperti yang terjadi pada HMI MPO juga mendorong penulis untuk melakukan sebuah refleksi tentang nasib sebuah bangsa yang bernama indonesia.
        Sebelum jauh mencermati kondisi bangsa yang carut-marut saat ini,ada baiknya kita mengingat kembali (bukan romantisme sejarah) saat-saat menjelang kejatuhan rezim otoriter orde baru.Pada saat itu terlihat dengan jelas betapa rakyat indonesia begitu antusias mendukung gerakan mahasiswa 1998 dan penuh harap agar otoriterinisme,ketidakadilan dan korupsi berakhir,antusiasnya rakyat tidak sis-sia.Suharto sebagai simbol rezim otoriter akhirnya jatuh pada 21 mei 1998.Kejatuhan itu mampu membangun optimisme rakyat untuk memperbaiki bangsa agar bebas dari belenggu otoriterianisme,ketidakadilan dan bebas dari korupsi.Kepercayaan publik internasional juga mulai pulih.Tetapi sayang,optimisme dan kepercayaan (yang sesungguhnya peluang emas untuk memperbaiki bangsa) tidak di manfaatkan dengan baik tetapi malah di rusak oleh rezim-rezim baru,baik oleh rezim eksekutif maupun rezim legislatif.
Sebuah titik balik
       Jika di telisuri lebih cermat saat awal kejatuhan rezim otoriter orde baru sebagaimana di uraikan di atas,sebutulnya kita melihat betapa bodohnya elit politik baru republik ini,yakni elit politik baru tidak membuat garis tegas terhadap rezim sebelumnya.sehingga apa yang di inginkan tentang perubahan mendasar berjalan secara setengah-setengah.Dan kini baik rezim eksekutif maupun rezim legislatif terlalu banyak melakukan kegagalan demi kegagalan.sebuah titik balik kegagalan mungkin akan terjadi sebab rakyat sudah sebel,muak dan sejenisnya dengan tingkah laku rezim yang justru memperpanjang penderitaan rakyat.Muak dengan tingkah laku rezim yang doyan mengubar janji dan doyan korupsi.
        Persoalan memang ada pada ketidakberanian rezim untuk membuat “garis tegas” atau “garis pembeda” antara yang salah dan yang benar,antara yang korup dan yang tidak korup,antara rezim orba dan rezim reformasi total,antara nasionalisme dan neokolonialisme,antara welfare state dan neo liberalisme.Jika garis pembeda atau garis tegas di miliki oleh rezim maka langkah-langkah implementasi jalannya negara akan berjalan sesuai dengan agenda reformasi total sebagai mana juga cita-cita tokoh revolusi bangsa ini yang membuat garis tegas tujuan negara: mensejahterakan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Daftar Pustaka
1. Ubedillah badrun : Radikalisasi gerakan mahasiswa: Kasus HMI MPO.1998.
2. Ahmad Sahide : Sebuah catatan kebangsaan dari karangkajen.2009

Tidak ada komentar: