BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah Negara besar yang berpenduduk lebih dari 220 juta jiwa
dengan wilayah yang terdiri dari ribuan pulau dan kepulauan. Letaknya sangat
strategis di antara benua Asia dan Australia dengan iklim tropis
memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Indonesia kaya
dengan sumber-sumber daya alam baik dalam bumi berupa hasil-hasil pertambangan,
di atas bumi tanam-tanaman sumber bahan makanan dan industri, dan dalam laut
berupa bermacam-macam biota laut.
Kondisi bangsa yang semakin terpuruk dalam berbagai dimensi
kehidupan yang ditandai dengan krisis ekonomi serta krisis multi dimensi
membuat masyarakat Indonesia
tidak sanggup menangggung beban hidup yang semakin menghimpit. Berbagai
persoalan hidup bermunculan seperti kemiskinan, pengangguran, bencana alam,
kriminalitas, harga bahan pokok semakin melonjak, serta biaya pendidikan yang
semakin tinggi. . Setelah merdeka, bebas dari penjajahan, pembangunan Indonesia
dimulai melalui tiga periode : 1956-1965 di bawah pemerintahan presiden
Soekarno, 1967-1997 di bawah pemerintahan orde baru Suharto, dan periode
reformasi sekarang yang belum jelas hasil-hasil pembangunannya.
Hal ini menggugah jiwa patriotis dari kalangan mahasiswa dan
masyrakat.Dipelopori oleh mahasiswa yang didukung oleh beberapa tokoh seperti
Amin Rais, gerakan untuk menunutut perubahan yang mendesak terhadap berbagai
kebijakan pemerintah yang tidak popular di mata masyarakat mulai berkumandang
di seluruh penjuru tanah air. Rezim Orde Baru yang memerintah lebih dari 30
tahun (1965-19970 yang mustahil untuk dilengserkan berhasil dibuat tidak
berdaya oleh suara lantang rakyat dan mahasiswa. Karena suara rakyat yang
tertindas adalah suara Tuhan, ini yang membuat gerakan menuntut perubahan semakin
kuat dari stiap bangsa Indonesia.
Alhasil, perjuangan untuk menuntut perubahan di negeri ini dapat diraih yang ditandai dengan runtuhnya rezim orde baru walaupun harus mengorbankan jiwa dan raga. Dari sinilah muncul berbagai ide untuk lebih memaksimalkan pembangunan bangsa yang adil dan merata.
Alhasil, perjuangan untuk menuntut perubahan di negeri ini dapat diraih yang ditandai dengan runtuhnya rezim orde baru walaupun harus mengorbankan jiwa dan raga. Dari sinilah muncul berbagai ide untuk lebih memaksimalkan pembangunan bangsa yang adil dan merata.
Daerah-daerah mulai berani menuntut haknya, yakni otonomi daerah.
Mereka melihat bahwa sitem sentralistik yang
yang selama ini dijalankan tidak berhasil membawa Indonesia kea rah yang lebih baik.
Pembangunan lebih banyak di pusat atau daerah tertentu sedangkan daerah
penghasil devisa besar justru terbelakang.
Berbagai desakan dilakukan oleh daerah termasuk mengancam keluar
dari NKRI jika tuntutan mereka tidak dipenuhi., Akhirnya UU otonomi daerah oleh
pemerintah dan DPR disepakati untuk disyahkan maka pada tahun 1999 yaituUU No
22/1999.Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka wewenang untuk mengurus
daerah sendiri mulai dirancang oleh masing-masing daerah.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, persoalan demi persoalan
mulai muncul. Isu sumber daya manusia yang sangat minim menjadi penyebab utama.
Demikian halnya dengan persoalan pendidikan
yang mana turut menjadi wewenang daerah menjadi pro-kontra di masyarakat.Dalam
makalah ini kami akan membahas tentang pengertian otonomi, sentralisasi, dan
desentralisasi;otonomi pendidikan, sentralisasi pendidikan, dan desentralisasi
pendidikan; pembenahan pendidikan.
B. RUMUSAN MASALAH.
1.Konsep dasar sentralistik dan desentralistik Pendidikan.
2.Kekuatan , Kelemahan Sentralisasi dan desentralisasi pendidikan
BAB II
URAIAN MASALAH
A.
Pradigma Pembangunan Pendidikan
Pendidikan mengambil peran penting dalam
mencerdaskan kehidupan berbangsa saat ini. Akan tetapi berbagai upaya yang
telah pemerintah lakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan belum menunjukkan
hasil yang memuasklan. Dari Laporan UNDP menunjukkan angka Human Development
Indeks (HDI) masyarakat Indonesia
yang menjadi salah satu indikator mutu pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dari
negara-negara lain di Asia. Kondisi rendahnya mutu pendidikan ini disebabkan
oleh kebijakan pembangunan di bidang pendidikan yang berorientasi pada
input-output analisis cenderung dilaksanakan secara birokratik-sentralistik.
Oleh karena itu paradigma pembangunan pendidikan perlu di ubah
sebagaimana telah diamanatkan Undang-undang yaitu perubahan paradikma
sentralistik kearah desentralisasi dengan dengan basis masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat merupakan
salah satu solusi alternatif untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Dengan pendidikan berbasis masyarakat diharapkan mutu pendidikan memiliki
relevansi langsung dengan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya
Krisis ekonomi yang dimulai dengan krisis moneter 1997 tidak kunjung
pulih, di mana negara-negara Asia lainnya telah pulih hanya dalam 2-3
tahun.Dalam kondisi seperti ini, sektor pendidikan mengalami
tantangan-tantangan yang besar, ditambah lagi dengan adanya tuntutan-tuntutan
dari perubahan-perubahan lingkungan gelobal, bergesernya ekonomi industri ke
ekonomi pengetahuan (knowledge economy) , inovasi dan kemajuan
teknologi yang mempengaruhi tuntutan pendidikan, tuntutan kompetensi dalam
dunia kerja yang berubah, berkembangnya otonomi daerah yang tidak hanya sekedar
aspek politik, tetapi harus mempunyai manfaat ekonomi dan pembangunan umumnya;
sumber-sumber daya alam yang makin terbatas, dan lain-lain.
B.Pradigma
Pembangunan Pendidikan dari tingkat dasar,menengah sampai
Pendidikan
Tinggi
Untuk itu diperlukan paradigma baru dalam bidang pendidikan dari
tingkat dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Paradigma baru tersebut
mungkin menyangkut pemikiran tentang masalah-masalah berikut ini:
- Perkembangan pemikiran pendidikan di Indonesia semenjak kemerdekaan hingga saat ini tampaknya belum menemukan konsep pendidikan yang dapat digunakan dalam jangka panjang.
- Adanya otonomi daerah tidak boleh meninmbulkan frgamentasi kebijaksanaan pendidikan nasional, walaupun hanya terbatas pda pendidikan tingkat dasar dan menengah.
- Ada pendapat untuk mengatasi kemandekan pemikiran pendidikan, kita harus kembali pada pemikiran pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Muhammad Syafei. Pemikiran itu pada masa lalu timbul dalam semangat politik non-cooperation terhadap penjajahan Belanda, dan untuk menumbuhkan nasionalisme dalam perjuangan mencapai kemerdekaan. Sekarang baik lingkungan nasional dan maupun lingkungan global sudah sangat berbeda. Indonesia sudah merdeka 62 tahun.
- Konsep dan pelaksanaan pendidikan di Eropah didasarka pada pada Link & Match antara University dan Industry modern, antara dunia pendidikan dengan dunia kerja; di Cina adalah belajar selama hidup atau LLL ( Life Long Learning) dan tepat waktu atau Just in Time Learning (JiTL), di Jepang kreativitas dan praktik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Di Indonesia konsep dan pelaksanaannya bagaimana? Kalau kita mau mencontoh, yang mana yang lebih cocok dan mungkin bagi Indonesia.
- Dalam kurikulum pendidikan kita mana yng lebih baik: menggunakan kurukulum leading atau following. Dan dalam kurikulum, apakah strateginya banyak tapi dapat sedikit, atau sedikit tapi dapat banyak? Jangan dibebani murid-murid sekolah dengan terlalu banyak pelajaran, dan adanya anggapan bahwa beberapa mata pelajaran yang overlaping antara sekolah dasar, menengah pertama dan menengah lanjutan.
- Antara pendidikan dan kebudayaan sesungguhnya tidak dapat dipisahkan tidak hanya dalam konsep tetapi dalam kelembagaan, karena budaya itu adalah values bukan hanya artifact.
- Pendidikan adalah human investment antar generasi, karena itu perlu strategi jangka panjang, yang seharusnya tidak terbatas pada periode-periode satu pemerintahan, apalagi terbatas hanya pada periode seorang menteri.
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR SENTRALISASI PENDIDIKAN
Sentralisasi adalah
seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu
instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah
digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan
semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak
pada sebuah struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah
sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah
kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang
berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi
lebih lama
Dalam era reformasi deawasa ini, diberlakukan kebijakan otonomi yang
seluas-luasnya dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi
daerah merupakan distribusi kekuasaan secara vertikal. Distribusi kekuasan itu
dari pemerintah pusat ke daerah, termasuk kekuasaan dalam bidang pendidikan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan tampak masih menghadapi
berbagai masalah. Masalah itu diantaranya tampak pada kebijakan pendidikan yang
tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan masalah kurang adanya
koordinasi dan sinkronisasi. Kondisi yang demikian dapat menghadirkan beberapa
hal, seperti : kesulitan pemerintah pusat untuk mengendalikan pendidikan di
daerah; daerah tidak dapat mengembangkan pendidikan yang sesuai dengan
potensinya. Apabila hal ini dibiarkan berbagai akibat yang tidak diinginkan
bisa muncul. Misalnya, kembali pada kebijakan pendidikan yang sentralistis, tetapi sangat dimungkinkan juga daerah
membuat kebijakan pendidikan yang dianggapnya paling tepat meskipun sebenarnya
bersebrangan dengan kebijakan pusat.
Kalau
hal ini terjadi maka konflik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
sulit dihindari. Dalam sejarah konflik kepentingan pusat dan daerah memicu
terjadinya upaya – upaya pemisahan diri yang tentunya mengancam
disintegrasibangsa.
Dengan
perkataan lain apabila kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah tidak
dilakukan upaya sinkronisasi dan koordinasi dengan baik, tidak mustahil otonomi
tersebut dapat mengarah pada disintegrasi bangsa. Dalam kondisi demikian
diperlukan cara bagaimana agar kebijakan pendidikan di daerah dengan pusat ada
sinkronisasi dan koordinasi. Juga perlu diusahakan secara sistematis untuk
membina generasi muda untuk tetap memiliki komitmen yang kuat dibawah naungan
NKRI. Masalah sinkronisasi dan koordinasi kebiajakan pendidikan dan upaya
membina generasi muda yang berorientasi memperkuat integrasi bangsa menjadi
fokus dalam makalah
B. KEKUATAN DAN KELEMAHAN SENTRALISASI
PENDIDIKAN
Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial
budayanya, juga mengikuti sistem sentralistik yang telah lama dikembangkan pada
negara berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba
seragam, seba keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat
tingkat relevansinya bai kehidupan anak dan lingkungannya.
Konsekuensinya,posisi dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai
objek agar yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya
sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan
telah melahirkan berbagai fenomena yang memperhatikan seperti :
1.
Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
2.
Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan, pengelolaan, evaluasi,
hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
3.
Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
4.
Melemahnya kebudayaan daerah
5.
Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.
Dengan demikian, sebagai
dampak sistem pendidikan sentralistik, makaupaya mewujudkan pendidikan yang
dapat melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan berpikir, mampu
memecahkan masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif
penuh inisiatif dan impati, memeliki keterampilan interpersonal yang memadai
sebagai bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.
C. KONSEP DASAR DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Desentralisasi di
Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak
diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah
otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat
dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi
melalui PP No. 8 tahun 1995.Menurut UU No.22, desentralisasi dikonsepsikan
sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang
mendasari perlunya desentralisasi :
1.
Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas.
2.
Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.
3.
Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehinmgga dapat
meningkatkan efisiensi.
4.
Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.
5.
Mengakomodasi kepentingan poloitik.
6.
Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya
perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain :
a.
Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah pusat,
secara otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam
pengelolaan pendidikan.
b.
Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan.dalam hal ini
pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikandan pemerintah pusat kedaerah
otonom, yang menempatkan kabupaten / kota
sebagai sentra desentralisasi.
Desentralisasi
adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan
dan kebijakan kepada orang-orang pada level bawah ( daerah ). Pada sistem
pendidikan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pendidikan sentralisasi,
melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada
pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya
oleh pemerintah pusat. Kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan dan
kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan
pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus,
euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu
atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau
pribadi.
Hal ini terjadi karena
sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.Desentralisasi pendidikan suatu keharusan
Rontoknya nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah melahirkan suatu visi yang baru
mengenai kehidupan masyrakat yang lebih sejahtera ialah pengakuan terhadap
hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak asasi masyarakat (civil rights).
Kita ingin membangun suatu masyarakat baru yaitu masyarakat demokrasi yang
mengakui akan kebebasan individu yang bertanggungjawab. Pada masa orde baru
hak-hak tersebut dirampas oleh pemerintah.
Keadaan ini telah
melahirkan suatu pemerintah yang tersebut dan otoriter sehingga tidak mengakui
akan hak-hak daerah. Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi
untuk kepentingan segelintir elite politik. Kejadian yang terjadi berpuluh
tahun telah melahirkan suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya kepada
pemerintah. Lahirlah gerakan separtisme yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, desentralisasi atau otonomi daerah merupakan salah satu
tuntutan era reformasi. Termasuk di dalam tuntutan otonomi daerah ialah
desentralisasi pendidikan nasional.Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi
desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi, pengembangan
sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa ( H.A.R Tialar, 2002).
1. Masyarakat Demokrasi
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).
2. Pengembangan “Social Capital”
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
Masyarakat demokrasi atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri. Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean governance).
2. Pengembangan “Social Capital”
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.
Sistem pendidikan yang sentralistik yang mematikan kemampuan berinovasi tentunya tidak sesuai dengan pengembangan suatu masyarakat demokrasi terbuka. Oleh sebab itu, desntralisasi pendidikan berarti lebih mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Rakyat harus berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut. Ikut sertanya rakyat di dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat demokrasi berarti pula rakyat ikut membina lahirnya social capital dari suatu bangsa.
3. pengembangan Daya saing
Di dalam suatu masyarakat demokratis setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang tinggi di dalam kerja sama. Di dalam suatu masyarakat yang otoriter dan statis, daya saing tidak mempunyai tempat. Oleh sebab itu, masyarakat akan sangat lamban perkembangannya. Masyarakat bergerak dengan komando dan oleh sebab itu sikap masa bodoh dan menunggu merupakan ciri dari masyarakat otoriter.
Daya saing di dalam masyarakat bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan saling menyingkirkan satu dengan yang lain tetapi di dalam rangka kerjasama yang semakin lama semakin meningkat mutunya. Dunia terbuka, dunia yang telah menjadi suatu kampung global (global village) menuntut kemampuan daya saing dari setiap individu, setiap masyarakat, bahkan setiap bangsa. Eksistensi suatu masyarakat dan bangsa hanya dapat terjamin apabila dia terus-menerus memperbaiki diri dan menibkatkan kemampuanya. Ada empat faktor yang menentukan tingkat daya saing seseorang atau suatu masysrakat. Faktor-fator tersebut adalah intelegensi, informasi, ide baru, dan inovasi.
B.KEKUATAN DAN KELEMAHAN
DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Dari beberapapengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
Dari beberapapengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
1.
Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi ke memungkinkan
terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan
yang tergesa-gesa.
2.
Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi
dan daerah.
3.
Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
4.
Sumber daya manusia yang belum memadai.
5.
Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
6.
Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
7.
Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehiulangan otoritasnya.
Berdasarkan pengalaman, pelaksanaan disentralisasi yang tidak matang
juga melahirkan berbagai persoalan baru, diantaranya :
1.
Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar sekolah antar
individu warga masyarakat.
2.
Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan
jumlah anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu sebelumnya,sehingga akan
menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolahuntuk
melakukan pembaruan.
3.
Biaya administrasi di sekolah meningkat karena prioritas anggarandi alokasikan
untuk menutup biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.
4.
Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara
kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.
5.
Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahamisepenuhnya
permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu
pendidikan.
6.
Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di karenakan perbedaan potensi
daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta
melahirkan kecemburuan sosial.
7.
Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan dari pusat ke daerah.
Untuk
mengantisipasi munculnya permasalahan tersebut di atas, disentralisasi
pendidikan dalam pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi
yang ditempuh sangat menentukan tingkat efektifitas implementasi disentralisasi.
Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal yang
perlu di perhatikan :
1.
Adanya jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai
wahana pemersatu bangsa.
2.
Masa transisi benar-benar di gunakan untuk menyiapkan berbagai halyang
dilakukan secara garnual dan di jadwalkan setepat mungkin.
3.
Adanya kometmen dari pemerintah daerah terhadappendidikan, terutama dalam
pendanaan pendidikan.
4.
Adanya kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang telah
dipersiapkan dengan matang oleh daerah.
5.
Pemahaman pemerintah daerah maupunDPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem
pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak sama dengan
pengelolaan pendidikan daerah lainnya.
6.
Adanya kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa
pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak sama dengan
pengelolaan aparat birokrat lainnya.
7.
Adanya keiapan psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas
kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.
Selain dampak negatif tentu saja disentralisasi pendidikan juga
telah membuktikan keberhasilan antara lain :
1.
Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam
pengelolaan pendidikan.
2.
Mampu membangun partisifasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang
relevan, karena pendidikan benar0benar dari oleh dan untuk masyarakat.
3.
Mampu menyelenggarakan pendidikan secara menfasilitasi proses belajar mengajar
yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
BAB IV
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Pengelolaan pendidikan yang baik akan menghasilkan Indonesia yang baru.Desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidkan yang demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab.
Masyarakat yang
demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang
berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat
menghargai hak-hak asasi manusia.
Desntralisasi pendidikan
perlu dijaga dari kemungkinan –kemungkinan terjadi hal-hal negatif seperti
desentralisasi kebablasan, misalnya penyerahan tanggung jawab pendidikan kepada
daerah for the sake of autonomy. Apabila penyerahan wewenang tersebut hanyalah
sekadar memindahkan birokrasi pendidikan dan sentralisasi pendidikan di tingkat
daerah, maka desnralisasi tersebut akan mempunyai nasib yang sama sebagaimana
yang kita kenal pada masa orde baru.
B. SARAN – SARAN
- Kebijakan pendidikan seharusnya bersifat akomodatif terhadap aspirasi rakyatnya sebagai konsekuensi Indonesia menganut sistem politik demokrasi. Dengan diberlakukan otonomi daerah yang termasuk di dalamnya otonomi bidang pendidikan, maka kebijakan pendidikan yang demokratis telah mendapat wadah pengejawantahannya secara jelas.
- Untuk itu dalam konteks kepentingan upaya mewujudkan integrasi bangsa perlu kebijakan pendidikan diorientasikan pada peningkatan mutu SDM dan pemerataannya di daerah.
- Lakasanakan amandemen UUD 1945 pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan pengelolaan anggaran minimal 20 % dari APBN.
- Persiapkan pelaksanaan otonomi pendidikan yang aplikasinya di mulai dengan upaya-upaya penguatan manajemen sekolah
- Ide dasar desentralisasi pendidikan di era otonomi daerah adalah pengembangan pendidikan berbasis masyarakat (school based managemen / community)
- Berkaitan dengan otonomi pendidikan yang perlu juga di perhatikan adalah mewujudkan organisasi pendidikan di seluruh kabupaten yang lebih demokratis, transparan, efisien melalui pendekatan manajemen berbasis sekolah dengan pembentukan Majelis Sekolah.
- Dalam konteks desentralisasi, pembelajaran yang berlangsung di lembaga pendidikan hendaknya sudah menjadikan pemerintah pada posisi ”Fasilitator” dan “bukan pengendali”.
- Realitas birokrasi pendidikan yang terjadi saat ini dalamperfektif manajemen tidaklah menguntungkan.
- Pada tingkat praktis-pragmatis, sekolah yang menentukan bagaimana tujuan umum tersebut dicapai dengan keterlibatan penuh semua elemen sekolah
Daftar pustaka
Analisis, Tahun XXIX/2000, No 1.
”Otonomi daerah, penyelesaian atau masalah?
”Program Pembanguna Nasional (Propenas) 2000-2004”. Republik Indonesia, 2000
Andrias Harefa, Menjadi manusia pembelajar, kompas media Indonesia Jakarta, 2001
”Program Pembanguna Nasional (Propenas) 2000-2004”. Republik Indonesia, 2000
Andrias Harefa, Menjadi manusia pembelajar, kompas media Indonesia Jakarta, 2001
Bobbi DePorter dkk, Quantum
Learning, penerbit kaifa, Bandung,
2001
H A R. Tilaar, Paradigma baru
pendidikan nasional, Rineka Cipta, Jakarta 2000.
H A R. Tialar, Membenahi pendidikan
nasional, Rineka cipta, Jakarta,
2002
Hidayat Syarief
(1997) Tantangan PGRI dalam Pendidikan Nasional. Makalah pada
Semiloka Nasional Unicef-PGRI. Jakarta:
Maret,1997
Highet, G (l954),
Seni Mendidik (terjemahan Jilid I dan II), PT.Pembangunan
Kemeny,JG, (l959), A
Philosopher Looks at Science, New Hersey,
NJ: Yale Univ.Press
Ki Hajar Dewantara,
(l950), Dasar-dasar Perguruan Taman Siswa, DIY:Majelis Luhur
Ki Suratman, (l982),
Sistem Among Sebagai Sarana Pendidikam Moral Pancasila, Jakarta:Depdikbud
Ki Fudyatanta, filsafat pendidikan
barat dan filsafat pendidikan pancasila, Amus jogjakarta,2006
Kuhn, Ts, (l969), The Structure of Scientific Revolution, Chicago:Chicago
Univ.
Langeveld, MJ, (l955), Pedagogik Teoritis Sistematis
(terjemahan), Bandung,
Jemmars
Liem Tjong Tiat,
(l968), Fisafat Pendidikan dan Pedagogik, Bandung, Jurusan FSP FIP IKIP Bandung
Sumarno
Sudarsono, The willingness to
change,Jakrta,2006
RakaJoniT.(l977),PermbaharauanProfesionalTenagaKependidikan:Permasalahan
dan Kemungkinan Pendekatan, Jakarta,
Depdikbud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar