BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Disadari atau tidak kehidupan manusia akan
berhubungan dengan filsafat. Berdasarkan pengertiannya filsafat adalah berarti
berfikir, dengan kata lain berfilsafat merupakan berfikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh. Manusia pada hakikatnya juga makhluk berfikir. Manusia
dituntut untuk menggunakan akal dan pikirannya untuk memecahkan semua
permasalahan yang ada.
Pada awalnya para ahli piker (manusia) mempelajari
dan memikirkan segala sesuatu yang ada di alam ini yang menarik minat mereka.
Seolah-olah informasi yang ada di alam ini masuk semua ke dalam benak mereka.
Pada saat itu satu-satunya pengetahuan hanyalah filsafat, semua macam
pengetahuan berakumulasi pada filsafat. Namun setelah zaman itu banyak para
ahli filsafat yang mulai berfikir tentang kebenaran filsafat. Mereka merasa
tidak puas dan mulai mencari jalan sendiri untuk menemukan kebenaran yang
memuaskan dirinya.
Hasil pemikiran para ahli filsafat ini hingga saat
ini masih kita rasakan dan gunakan sebagai landasan berbagai macam ilmu atau
bidang kajian. Dengan kata lain filsafat merupakan landasan dari ilmu-ilmu yang
ada saat ini seperti ilmu pendidikan, psikologi dan juga bimbingan dan
konseling.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini, penulis membatasi permasalahan pada keterkaitan dan kegunaan
filsafat dan teori pada layanan konseling. Dengan demikian rumusan masalah pada
makalah ini adalah :
1.
Apa hubungan/kertkaitan
filsafat dengan kerangka teori ?
2.
Apa hubungan/keterkaitan
filsafat dan teori dengan pemberian layanan konseling
C. TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui
hubungan/keterkaitan filsafat dengan kerangka teori ?
2.
Untuk mengetahui hubungan/kererkaitan
filsafat dan teori dengan pemberian layanan konseling ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Sesungguhnya filsafat itu telah ada sejak manusia ada, namun keberadaannya belum diakui
secara formal seperti filsafat sekarang. Hal ini dikarenakan filsafat zaman
dahulu tidak digali, dihimpun dan disistematiskan menjadi suatu hasil
pemikiran. Sehingga publikasi terhadap filsafat hamper tidak ada.
Apabila ditinjau definisinya, maka pengertian
filsafat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
1.
Ditinjau dari segi
sematik
Filsafat berasal dari bahasa arab ”falsafah” yang diambil dari bahasa Yunani yaitu
“philos” yang artinya cinta dan “Sophia” yang artinya pengetahuan atau hikmah.
Jadi Philosophia berarti cinta kepada keijaksanaan atau kebenaran.
2.
Ditinjau dari segi
praktis
Filsafat berarti alam pikiran atau alam berfikir.
Berfilsafat berarti berfikir, namun tidak semua berfikir berarti filsafat.
Berfilsafat merupakan berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh
Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang
mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Filsafat
juga dapat dikatakan hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan
suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Kerana sangat luasnya
lapangan ilmu filsafat, maka menjadi sukar bagi orang untuk mempelajarinya,
dari mana hendak dimulai dan bagaimana cara membahasnya agar orang yang
mempelajarinya segera dapat mengetahuinya. Untuk itu maka pada zaman modern ini
pada umunya orang telah sepakat untuk mempelajari ilmu filsafat itu dengan dua
cara, yaitu dengan mempelajari sejarah perkembangan sejak dahulu kala hingga
sekarang (metode historis), dan dengan cara mempelajari isi atau lapangan
pembahasannya yang diatur dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis).
Dalam metode historis
orang mempelajari perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala hingga
sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala
masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang
metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Sedangkan dalam metode
sistematis orang membahas langsung isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak
mementingkan urutan zaman perjuangannya masing-masing. Orang membagi persoalan
ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang
logika dipersoalkan mana yang benar dan mana yang salah menurut pertimbangan
akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Kemudian dalam
bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik dan manakah yang buruk
dalam pembuatan manusia. Dalam metode sistematis ini para filsuf kita
konfrontasikan satu sama lain dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam soal
etika kita konfrontasikan saja pendapat pendapat filsuf zaman klasik (plato dan
aristoteles) dengan pendapat filsuf zaman pertengahan (al-farabi atau thimas
aquinas), dan pendapat filsuf zaman ‘aufklarung’ (kant dan lain-lain) dengan
pendapat-pendapat filsuf dewasa ini (jaspers dan marcel) dengan tidak usah
mempersoalkan tertib periodasi masing-masing.
B.
Cabang-Cabang Filsafat
Filsafat merupakan iduk
yang mencakup semua ilmu khusus, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya
ilmu-ilmu khusus tersebut memisahkan diri satu persatu dari induknya yaitu
filsafat. Namun setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata
ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai ‘ilmu istimewa’ yang
memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Adapun yang
masih menjadi bagian dari filsafat dalam coraknya yang baru saat ini terdiri
dari beberapa cabang antara lain :
1.
Metafisika adalah
filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat di alam ini.
Dalam kaitannya dengan manusia, menyatakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah
makhluk spiritual dan manusia adalah organism materi.
2.
Epistemologi adalah
filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran. Adapun lima sumber
kebenaran antara lain :
a.
Otoritas yang terdapat
dalam ensiklopedia, buku teks yang baik, rumus dan table
b.
Common sense yang ada
pada adat dan tradisi
c.
Intuisi yang berkaitan
dengan perasaan
d.
Pikiran untuk
menyimpulkan hasil pengalaman
e.
Pengalaman yang
terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
3.
Logika adalah filsafat
yang membahas tentang cara manusia berfikir dengan benar. Dengan memahami
filsafat logika diharapkan manusia bias berfikir dan mengemukakan pendapatnya
secara tepat dan benar
4.
Etika adalah filsafat
yang menguraikan tentang perilaku manusia. Nilai dan norma masyarakat serta
ajaran angama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini.
C. Hubungan antara
Filsafat dan Ilmu
Pada waktu itu para ahli pikir mempelajari dan
memikirkan segala sesuatu yang ada di alam ini yang menarik minat mereka.
Seolah-olah informasi yang ada di alam ini masuk semua ke dalam benak mereka.
Pada saat itu satu-satunya pengetahuan hanyalah filsafat, semua macam
pengetahuan berakumulasi pada filsafat. Namun setelah zaman itu banyak para
ahli filsafat yang mulai berfikir tentang kebenaran filsafat. Mereka merasa
tidak puas dan mulai mencari jalan sendiri untuk menemukan kebenaran yang
memuaskan dirinya. Salah satu hasil upaya mereka adalah melahirkan ilmu.
Selanjutnya ilmu-ilmu tersebut berdeferensiasi sehingga terbentuklah berbagai
bidang ilmu yang kita kenal sekarang.
Ketika ilmu baru muncul, ilmu masih punya pertautan
dengan filsafat sebagai induknya. Pada taraf ini ilmu masih menggunakan
noma-norma filsafat yaitu norma-norma tenntang bagaimana seharusnya. Pada taraf
selanjutnya ilmu menyatakan diri otonom, ia bebas sama sekali dengan
konsep-konsep dan norma-norma filsafat. Ilmu hanya mengungkapkan
penemuan-penemuannya hanya berdasarkan apa adanya dilapangan. Ilmu mengemukakan
hakikat alam beserta isinya sebagaimana adanya, bebas dari norma-norma yang
diciptakan oleh manusia. Jujun (9181 dalam Made Pidarta 2007) membagi proses
perkembangan ilmu menjadi 2, yaitu :
1.
Tingkat empiris adalah
ilmu yang baru ditemukan dilapangan. Ilmu yang masih berdiri sendiri-sendiri,
baru sedikit bertautan dengan penemuan lain yang sejenis. Pada tingkat ini
wujud ilmu belum utuh, masing-masing sesuai dengan misi penemuannya karena
belum lengkap
2.
Tingkat penjelasan atau
teoritis, ialah ilmu yang sudah mengembangkan suatu struktur teoritis. Dengan
struktur ini ilmu-ilmu empiris yang masih terpisah-pisah tersebut dicari
kaitannya satu dengan yang lain dan dijelaskan sifat kaitannya itu. Dengan cara
ini struktur berusaha mengintegrasikan ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu pola
yang berarti.
Berdasarkan uraian tersebut kita sudah berkenalan
dengan ilmu empiris berupa simpulan-simpulan penelitian dan konsep-konsep serta
ilmu teoritis dalam bentuk teori-teori atau grand
theory-grand teory. Dengan demikian berbagai macam aliran atau
cabang-cabang filsafat pada perkembangannya memberi dampak pada terciptanya
konsep-konsep atau teori-teori yang beragam.
D. Kebutuhan akan dasar
filosofis dalam konseling
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa filsafat
adalah ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Kamus Webster New Universal (dalam Prayitno, 2004) filsafat diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berfikir dan
bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum dasar yang
mengatur alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk
kedalamnya studi tentang etika, estetika, logika, metafisika dan lain
sebagainya. Dengan kata lain filsafat adalah pemikiran yang sedalam-dalamnya,
seluas-luasnya setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya dan setuntas-tuntasnya
tentang sesuatu.
Pemikiran yang paling dalam, paling luas, paling
tinggi dan paling tuntas itu mengarah kepada pemahaman tentang hakikat sesuatu
dikupas, diteliti, dikaji dan direnungkan segala seginya melalui proses
pemikiran yang selurus-lurusnya dan setajam-tajamnya sehingga diperoleh
pemahaman menyeluruh tentang hakikat keberadaan dan keadaan sesuatu. Hasil
pemikiran yang menyeluruh tersebut selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk
bertindak berkenaan dengan sesuatu yang dimaksudkan. Tindakan yang diambil
berdasarkan pemikiran yang menyeluruh tersebut merupakan tindakan yang terarah,
terpilih, terkendali, teratur dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain
tindakan yang berlandaskan pemahaman filosofis akan dapat dipertanggung
jawabkan secara logis dan etis serta dapat memenuhi tuntutan estetika. Sehingga
tindak tersebut adalah tindakan yang bijaksana.
Dengan demikian terdapat keterkaitan antara filsafat
dengan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling meliputi
serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan
yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal
yang bersangkut paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan
pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan
konseling pada umumnya dan pada konselor khususnya. Filsafat dapat membantu
konselor untuk memahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan yang
tepat. Selain itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor
menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif serta lebih efektif
dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.
E. Kebutuhan akan kerangka
dasar teoritik dalam konseling
Dasar teoritis diperlukan untuk semua konseling yang
efektif. Teori adalah dasar melakukan konseling yang efektif yang baik. Menurut
Wolman (1973) teori adalah suatu system yang terdiri dari data empiris yang
didapat melalui observasi dan/atau eksperimen dan interpretasinya. Brammer,
Abrego dan Shostrom (1993) mengatakan bahwa teori konseling adalah sebuah
struktur dari berbagai hipotesis dan generalisasi yang didasarkan pada
pengalaman konseling dan studi eksperimental. Sedangkan menurut Hansen, Stevic
dan Warner (1986) teori konseling adalah suatu model tentative, atas dasar itu
dikembangkan berbagai macam rencana dan tindakan. Dengan demikian teori memberi
struktur, dan dengan struktur ini maka dapat dilakukan organisasi dari
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
Menurut Brammer, Abrego dan Shostrom (1993), teori
mempunyai fungsi untuk :
1.
Membantu konselor
menjelaskan apa yang terjadi di dalam suatu hubungan konseling
2.
Teori membantu konselor
dalam membuat prediksi, mengevaluasi dan meningkatkan hasil konseling
3.
Teori member kerangka
kerja untuk membuat observasi ilmiah tentang konseling
4.
Berteori mendorong
koherensi ide tentang konseling dan mendorong produksi ide-ide baru
5.
Teori konseling
membantu memberi arti kepada observasi-observasi yang dibuat konselor
Tanpa adanya teori konselor akan bekerja secara
sembarangan dengan cara trial and error.
Akibatnya proses konseling akan menjadi tidak efektif dan bahkan merugikan.
Teori mempunyai pengaruh terhadap bagaimana konselor akan
mengkonseptualisasikan komunikasi klien, bagaimana hubungan interpersonal akan
berkembang, bagaimana penerapan etika profesi dan bagaimana konselor memandang
dirinya sebagai professional.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan
yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang
prinsip-prinsip atau hukum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta
mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk kedalamnya studi tentang
etika, estetika, logika, metafisika dan lain sebagainya. Dengan kata lain
filsafat adalah pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya
setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya dan setuntas-tuntasnya tentang
sesuatu.
Berdasarkan pemikiran yang sedalam-dalamnya,
seluas-luasnya setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya dan setuntas-tuntasnya
tersebut maka para ahli melahirkan sebuah kerangka teori. Dimana kerangka teori
tersebut merupakan suatu system yang terdiri dari data empiris yang didapat
melalui observasi dan/atau eksperimen dan interpretasinya.
Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang
bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya dan pada
konselor khususnya. Filsafat dapat membantu konselor untuk memahami situasi
konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat. Selain itu pemikiran dan
pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri
lebih mantap, lebih fasilitatif serta lebih efektif dalam penerapan upaya
pemberian bantuannya.
Kebutuhan akan dasar teoritis juga diperlukan untuk
semua konseling yang efektif. Tanpa adanya teori konselor akan bekerja secara
sembarangan dengan cara trial and error.
Akibatnya proses konseling akan menjadi tidak efektif dan bahkan merugikan.
Teori mempunyai pengaruh terhadap bagaimana konselor akan
mengkonseptualisasikan komunikasi klien, bagaimana hubungan interpersonal akan
berkembang, bagaimana penerapan etika profesi dan bagaimana konselor memandang
dirinya sebagai professional.
DAFTAR PUSTAKA
Lesmana,
Jeanette Murad. 2006. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta. UPI-Press
Prayitno
&Amti, Erman, 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta. Rineka Cipta.
Pidarta,
Made. 2007. Landasan Kependidikan (Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia). Jakarta. Rineka Cipta
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung. Maestro
KEBUTUHAN AKAN DASAR
FILOSOFIS DAN
KERANGKA TEORETIK KONSELING
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata
Kuliah Pengembangan Profesi Konseling
Dosen: Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd, Kons
oleh
Noviyanti Kartika Dewi
0105510004
Rombel B
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN
KONSELING
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar