Selasa, 24 Februari 2015

Makalah Kebutuhan Manusia Akan Filsafat


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Disadari atau tidak kehidupan manusia akan berhubungan dengan filsafat. Berdasarkan pengertiannya filsafat adalah berarti berfikir, dengan kata lain berfilsafat merupakan berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Manusia pada hakikatnya juga makhluk berfikir. Manusia dituntut untuk menggunakan akal dan pikirannya untuk memecahkan semua permasalahan yang ada.
Pada awalnya para ahli piker (manusia) mempelajari dan memikirkan segala sesuatu yang ada di alam ini yang menarik minat mereka. Seolah-olah informasi yang ada di alam ini masuk semua ke dalam benak mereka. Pada saat itu satu-satunya pengetahuan hanyalah filsafat, semua macam pengetahuan berakumulasi pada filsafat. Namun setelah zaman itu banyak para ahli filsafat yang mulai berfikir tentang kebenaran filsafat. Mereka merasa tidak puas dan mulai mencari jalan sendiri untuk menemukan kebenaran yang memuaskan dirinya.
Hasil pemikiran para ahli filsafat ini hingga saat ini masih kita rasakan dan gunakan sebagai landasan berbagai macam ilmu atau bidang kajian. Dengan kata lain filsafat merupakan landasan dari ilmu-ilmu yang ada saat ini seperti ilmu pendidikan, psikologi dan juga bimbingan dan konseling.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini, penulis membatasi permasalahan pada keterkaitan dan kegunaan filsafat dan teori pada layanan konseling. Dengan demikian rumusan masalah pada makalah ini adalah :
1.      Apa hubungan/kertkaitan filsafat dengan kerangka teori ?
2.      Apa hubungan/keterkaitan filsafat dan teori dengan pemberian layanan konseling
C.    TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui hubungan/keterkaitan filsafat dengan kerangka teori ?
2.      Untuk mengetahui hubungan/kererkaitan filsafat dan teori dengan pemberian layanan konseling ?




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat
Sesungguhnya filsafat itu telah ada sejak  manusia ada, namun keberadaannya belum diakui secara formal seperti filsafat sekarang. Hal ini dikarenakan filsafat zaman dahulu tidak digali, dihimpun dan disistematiskan menjadi suatu hasil pemikiran. Sehingga publikasi terhadap filsafat hamper tidak ada.
Apabila ditinjau definisinya, maka pengertian filsafat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
1.      Ditinjau dari segi sematik
Filsafat berasal dari bahasa arab ”falsafah”  yang diambil dari bahasa Yunani yaitu “philos” yang artinya cinta dan “Sophia” yang artinya pengetahuan atau hikmah. Jadi Philosophia berarti cinta kepada keijaksanaan atau kebenaran.
2.      Ditinjau dari segi praktis
Filsafat berarti alam pikiran atau alam berfikir. Berfilsafat berarti berfikir, namun tidak semua berfikir berarti filsafat. Berfilsafat merupakan berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh
Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Filsafat juga dapat dikatakan hasil akal seorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam-dalamnya.
Kerana sangat luasnya lapangan ilmu filsafat, maka menjadi sukar bagi orang untuk mempelajarinya, dari mana hendak dimulai dan bagaimana cara membahasnya agar orang yang mempelajarinya segera dapat mengetahuinya. Untuk itu maka pada zaman modern ini pada umunya orang telah sepakat untuk mempelajari ilmu filsafat itu dengan dua cara, yaitu dengan mempelajari sejarah perkembangan sejak dahulu kala hingga sekarang (metode historis), dan dengan cara mempelajari isi atau lapangan pembahasannya yang diatur dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis).
Dalam metode historis orang mempelajari perkembangan aliran-aliran filsafat sejak dahulu kala hingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika, tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Sedangkan dalam metode sistematis orang membahas langsung isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak mementingkan urutan zaman perjuangannya masing-masing. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana yang benar dan mana yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang benar dan mana yang salah. Kemudian dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang baik dan manakah yang buruk dalam pembuatan manusia. Dalam metode sistematis ini para filsuf kita konfrontasikan satu sama lain dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya dalam soal etika kita konfrontasikan saja pendapat pendapat filsuf zaman klasik (plato dan aristoteles) dengan pendapat filsuf zaman pertengahan (al-farabi atau thimas aquinas), dan pendapat filsuf zaman ‘aufklarung’ (kant dan lain-lain) dengan pendapat-pendapat filsuf dewasa ini (jaspers dan marcel) dengan tidak usah mempersoalkan tertib periodasi masing-masing.


B.     Cabang-Cabang Filsafat
Filsafat merupakan iduk yang mencakup semua ilmu khusus, akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu khusus tersebut memisahkan diri satu persatu dari induknya yaitu filsafat. Namun setelah filsafat ditinggalkan oleh ilmu-ilmu khusus, ternyata ia tidak mati, tetapi hidup dengan corak baru sebagai ‘ilmu istimewa’ yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Adapun yang masih menjadi bagian dari filsafat dalam coraknya yang baru saat ini terdiri dari beberapa cabang antara lain :
1.      Metafisika adalah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat di alam ini. Dalam kaitannya dengan manusia, menyatakan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk spiritual dan manusia adalah organism materi.
2.      Epistemologi adalah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran. Adapun lima sumber kebenaran antara lain :
a.       Otoritas yang terdapat dalam ensiklopedia, buku teks yang baik, rumus dan table
b.      Common sense yang ada pada adat dan tradisi
c.       Intuisi yang berkaitan dengan perasaan
d.      Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman
e.       Pengalaman yang terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
3.      Logika adalah filsafat yang membahas tentang cara manusia berfikir dengan benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bias berfikir dan mengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar
4.      Etika adalah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia. Nilai dan norma masyarakat serta ajaran angama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini.
C.    Hubungan antara Filsafat dan Ilmu
Pada waktu itu para ahli pikir mempelajari dan memikirkan segala sesuatu yang ada di alam ini yang menarik minat mereka. Seolah-olah informasi yang ada di alam ini masuk semua ke dalam benak mereka. Pada saat itu satu-satunya pengetahuan hanyalah filsafat, semua macam pengetahuan berakumulasi pada filsafat. Namun setelah zaman itu banyak para ahli filsafat yang mulai berfikir tentang kebenaran filsafat. Mereka merasa tidak puas dan mulai mencari jalan sendiri untuk menemukan kebenaran yang memuaskan dirinya. Salah satu hasil upaya mereka adalah melahirkan ilmu. Selanjutnya ilmu-ilmu tersebut berdeferensiasi sehingga terbentuklah berbagai bidang ilmu yang kita kenal sekarang.
Ketika ilmu baru muncul, ilmu masih punya pertautan dengan filsafat sebagai induknya. Pada taraf ini ilmu masih menggunakan noma-norma filsafat yaitu norma-norma tenntang bagaimana seharusnya. Pada taraf selanjutnya ilmu menyatakan diri otonom, ia bebas sama sekali dengan konsep-konsep dan norma-norma filsafat. Ilmu hanya mengungkapkan penemuan-penemuannya hanya berdasarkan apa adanya dilapangan. Ilmu mengemukakan hakikat alam beserta isinya sebagaimana adanya, bebas dari norma-norma yang diciptakan oleh manusia. Jujun (9181 dalam Made Pidarta 2007) membagi proses perkembangan ilmu menjadi 2, yaitu :
1.      Tingkat empiris adalah ilmu yang baru ditemukan dilapangan. Ilmu yang masih berdiri sendiri-sendiri, baru sedikit bertautan dengan penemuan lain yang sejenis. Pada tingkat ini wujud ilmu belum utuh, masing-masing sesuai dengan misi penemuannya karena belum lengkap
2.      Tingkat penjelasan atau teoritis, ialah ilmu yang sudah mengembangkan suatu struktur teoritis. Dengan struktur ini ilmu-ilmu empiris yang masih terpisah-pisah tersebut dicari kaitannya satu dengan yang lain dan dijelaskan sifat kaitannya itu. Dengan cara ini struktur berusaha mengintegrasikan ilmu-ilmu empiris itu menjadi suatu pola yang berarti.
Berdasarkan uraian tersebut kita sudah berkenalan dengan ilmu empiris berupa simpulan-simpulan penelitian dan konsep-konsep serta ilmu teoritis dalam bentuk teori-teori atau grand theory-grand teory. Dengan demikian berbagai macam aliran atau cabang-cabang filsafat pada perkembangannya memberi dampak pada terciptanya konsep-konsep atau teori-teori yang beragam.
D.    Kebutuhan akan dasar filosofis dalam konseling
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu. Kamus Webster New Universal (dalam Prayitno, 2004) filsafat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk kedalamnya studi tentang etika, estetika, logika, metafisika dan lain sebagainya. Dengan kata lain filsafat adalah pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya dan setuntas-tuntasnya tentang sesuatu.
Pemikiran yang paling dalam, paling luas, paling tinggi dan paling tuntas itu mengarah kepada pemahaman tentang hakikat sesuatu dikupas, diteliti, dikaji dan direnungkan segala seginya melalui proses pemikiran yang selurus-lurusnya dan setajam-tajamnya sehingga diperoleh pemahaman menyeluruh tentang hakikat keberadaan dan keadaan sesuatu. Hasil pemikiran yang menyeluruh tersebut selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk bertindak berkenaan dengan sesuatu yang dimaksudkan. Tindakan yang diambil berdasarkan pemikiran yang menyeluruh tersebut merupakan tindakan yang terarah, terpilih, terkendali, teratur dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain tindakan yang berlandaskan pemahaman filosofis akan dapat dipertanggung jawabkan secara logis dan etis serta dapat memenuhi tuntutan estetika. Sehingga tindak tersebut adalah tindakan yang bijaksana.
Dengan demikian terdapat keterkaitan antara filsafat dengan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang bersangkut paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya dan pada konselor khususnya. Filsafat dapat membantu konselor untuk memahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat. Selain itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.
E.     Kebutuhan akan kerangka dasar teoritik dalam konseling
Dasar teoritis diperlukan untuk semua konseling yang efektif. Teori adalah dasar melakukan konseling yang efektif yang baik. Menurut Wolman (1973) teori adalah suatu system yang terdiri dari data empiris yang didapat melalui observasi dan/atau eksperimen dan interpretasinya. Brammer, Abrego dan Shostrom (1993) mengatakan bahwa teori konseling adalah sebuah struktur dari berbagai hipotesis dan generalisasi yang didasarkan pada pengalaman konseling dan studi eksperimental. Sedangkan menurut Hansen, Stevic dan Warner (1986) teori konseling adalah suatu model tentative, atas dasar itu dikembangkan berbagai macam rencana dan tindakan. Dengan demikian teori memberi struktur, dan dengan struktur ini maka dapat dilakukan organisasi dari informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
Menurut Brammer, Abrego dan Shostrom (1993), teori mempunyai fungsi untuk :
1.      Membantu konselor menjelaskan apa yang terjadi di dalam suatu hubungan konseling
2.      Teori membantu konselor dalam membuat prediksi, mengevaluasi dan meningkatkan hasil konseling
3.      Teori member kerangka kerja untuk membuat observasi ilmiah tentang konseling
4.      Berteori mendorong koherensi ide tentang konseling dan mendorong produksi ide-ide baru
5.      Teori konseling membantu memberi arti kepada observasi-observasi yang dibuat konselor
Tanpa adanya teori konselor akan bekerja secara sembarangan dengan cara trial and error. Akibatnya proses konseling akan menjadi tidak efektif dan bahkan merugikan. Teori mempunyai pengaruh terhadap bagaimana konselor akan mengkonseptualisasikan komunikasi klien, bagaimana hubungan interpersonal akan berkembang, bagaimana penerapan etika profesi dan bagaimana konselor memandang dirinya sebagai professional.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Filsafat merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berfikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum dasar yang mengatur alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk kedalamnya studi tentang etika, estetika, logika, metafisika dan lain sebagainya. Dengan kata lain filsafat adalah pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya dan setuntas-tuntasnya tentang sesuatu.
Berdasarkan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya dan setuntas-tuntasnya tersebut maka para ahli melahirkan sebuah kerangka teori. Dimana kerangka teori tersebut merupakan suatu system yang terdiri dari data empiris yang didapat melalui observasi dan/atau eksperimen dan interpretasinya.
Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya dan pada konselor khususnya. Filsafat dapat membantu konselor untuk memahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat. Selain itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.
Kebutuhan akan dasar teoritis juga diperlukan untuk semua konseling yang efektif. Tanpa adanya teori konselor akan bekerja secara sembarangan dengan cara trial and error. Akibatnya proses konseling akan menjadi tidak efektif dan bahkan merugikan. Teori mempunyai pengaruh terhadap bagaimana konselor akan mengkonseptualisasikan komunikasi klien, bagaimana hubungan interpersonal akan berkembang, bagaimana penerapan etika profesi dan bagaimana konselor memandang dirinya sebagai professional.


DAFTAR PUSTAKA

Lesmana, Jeanette Murad. 2006. Dasar-Dasar Konseling. Jakarta. UPI-Press

Prayitno &Amti, Erman, 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta.  Rineka Cipta.

Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan (Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia). Jakarta. Rineka Cipta

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek. Bandung. Maestro















KEBUTUHAN AKAN DASAR FILOSOFIS DAN
KERANGKA TEORETIK KONSELING





Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah Pengembangan Profesi Konseling
Dosen:  Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd, Kons




oleh
Noviyanti Kartika Dewi
0105510004
Rombel B







PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010

Tidak ada komentar: