Selasa, 24 Februari 2015

Analisis Perbandingan Budaya Membaca Antara Indonesia Dan Jepang


PERBANDINGAN BUDAYA MEMBACA
ANTARA INDONESIA DAN JEPANG
Muh Ikhsanul Yakin
Ihsanulyakin@gmail.com

ABSTRAK
Sumber daya manusia merupakan ukuran maju atau tidaknya suatu bangsa. Tanpa sumber daya yang berkualitas, suatu bangsa tidak akan dapat bersaing dengan bangsa lain dalam era globalisasi. Budaya membaca menjadi pondasi dasar bagi pendidikan suatu bangsa. adalah sebuah kegagalan dari sebuah sistem pendidikan jika tidak berhasil mencuptakan sebuah generasi yang memiliki budaya membaca. Jepang sebagai negara dengan tingkat baca tertinggi di dunia, berhasil membuktikan bahwa budaya membaca mampu mendorong kemajuan perekonomian dan ilmu. Tingginya budaya membaca, maka akan membuat seseorang lebih memahami, menguasai dan menghargai ilmu pengetahuan sehingga dapat meningkatkan daya saing bangsa. Seperti kita ketahui bangsa yang hebat terdiri dari individu-individu yang luar biasa. Salah satu cara membuat individu luar biasa adalah dengan memulai dari peningkatan pengetahuan dan ilmu, dan cara sederhana meningkatkan ilmu pengetahuan adalah dengan membaca.
Kata Kunci : budaya membaca, Jepang, Indonesia
Pendahuluan
Potensi bangsa Indonesia sangat besar apabila ditinjau dari jumlah penduduknya yang terdiri dari berbagai suku, yang memiliki beraneka ragam budaya yang perlu dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya. Namun demikian, potensi yang begitu besar secara kuantitas itu perlu diimbangi dengan kualitas yang dimiliki. United Nations Development Program pada tahun 2000melaporkan bahwa Human Development Index Indonesia berada pada peringkat 109 dari 174 negara1 dan kondisi ini lebih parah lagi pada tahun 2003, Human Development Index Indonesia berada pada peringkat 112 dari 175 negara. Hal ini berarti kualitas sumber daya manusia masih rendah dan mengalami proses penurunan dari tahun ke tahun. Salah satu faktor penyebab rendahnya Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia adalah rendahnya kualitas pendidikan, yang juga berpengaruh langsung pada sektor ekonomi dan kesehatan. Keadaan tersebut lebih diperburuk dengan masih dominannya budaya tutur (lisan) daripada budaya baca. Budaya ini menjadi kendala utama dalam meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat yang seharusnya mampu mengembangkan diri dalam menambah ilmu pengetahuannya secara mandiri melalui membaca (Tilaar, 2002). Pemerintah pada saat sekarang ini memberikan perhatian yang besar terhadap dunia pendidikan.
Minat membaca berbanding lurus dengan tingkat kemajuan pendidikan suatu bangsa.  Kegiatan membaca merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa. Parameter kualitas suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi pendidikannya. Pendidikan selalu berkaitan dengan kegiatan belajar (Harjasujana, 1997).    Belajar selalu identik dengan kegiatan membaca karena dengan membaca akan bertambahnya pengetahuan, sikap dan keterampilan seseorang.   Pendidikan tanpa membaca bagaikan raga tanpa ruh.   Fenomena pengangguran intelektual tidak akan terjadi apabila masyarakat memiliki semangat membaca yang membara.
Budaya Membaca di Indonesia
Pada tahun 2011, UNESCO merilis hasil survei budaya membaca terhadap penduduk di negara-negara ASEAN. Faktanya sungguh membuat kita miris. Budaya membaca Indonesia berada pada peringkat paling rendah dengan nilai 0,001. Artinya, dari sekitar seribu penduduk Indonesia, hanya satu yang masih memiliki budaya membaca tinggi. Indonesia masih terdapat fenomena pengganguran intelektual karena minat membaca masyarakatnya masih dikatakan rendah. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh International Education Achievement (IEA) pada awal tahun 2000 menunjukkan bahwa kualitas membaca anak-anak Indonesia menduduki urutan ke 29 dari 31 negara yang diteliti di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika.Dengan demikian tidaklah mengherankan bila Indeks kualitas sumber daya manusia (Human Development Index/HDI) di Indonesia juga rendah.    Hal ini sesuai dengan  survei yang dilakukan oleh UNDP pada tahun 2005 bahwa HDI Indonesia menempati peringkat 117 dari 175 negara (Library Perbanas).
Indonesia sebagai negara berkembang, belum memiliki budaya membaca seperti halnya Jepang. Menurut laporan dari Badan Pusat Statistik berkenaan dengan perilaku sosial budaya di dalam masyarakat diketahui persentase penduduk berumur 10 tahun ke atas yang membaca surat kabar atau majalah sebesar 18.94% pada tahun 2009 atau turun dari angka sebelumnya sebesar 23.46% pada tahun 2006. Tentu saja ini merupakan berita yang menyedihkan bagi Negara berkembang yang ingin maju. Indonesia temasuk salah satu Negara yang paling sedikit peminat membacanya.
Faktor Rendahnya Minat Membaca di Indonesia
Rendahnya budaya membaca di Indonesia sangat mempengaruhi kualitas bangsa Indonesia, sebab dengan rendahnya budaya membaca, tidak bisa mengetahui dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi di dunia, di mana pada ahirnya akan berdampak pada ketertinggalan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai oleh Jepang, perlu kita kaji apa yang menjadikan mereka lebih maju. Ternyata meraka lebih unggul di sumber daya manusianya. Budaya membaca mereka telah mendarah daging dan sudah menjadi kebutuhan mutlak dalam kehidupan sehari harinya. Untuk mengikuti jejak mereka dalam menumbuhkan budaya membaca sejak dini perlu kita tiru dan kita terapakan pada masyarakat kita, terutama pada tunas-tunas bangsa yang kelak akan mewarisi negeri ini.
 Rendahnya budaya membaca di Indonesia disebabkan karena beberapa faktor.   Diantaranya yaitu :
1.      Warisan Budaya Bercerita
Budaya baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang.    Kita hanya terbiasa mendengar berbagai dongeng, kisah, adat-istiadat secara verbal atau lisan yang diceritakan oleh orang tua, nenek, dan tokoh masyarakat.    Sehingga tidak ada pembelajaran secara tertulis yang dapat menimbulkan kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca dipengaruhi oleh faktor determinisme genetic, yakni warisan orangtua.    Seseorang yang gemar membaca dibesarkan dari lingkungan yang cinta membaca.   Lingkungan terdekatnya inilah yang akan mempengaruhi seseorang untuk mendekatkan diri pada bacaan, jadi seseorang tidak suka membaca karena memang sejak kecil dibesarkan oleh orangtua yang tidak pernah mendekatkan dirinya pada bacaan (Hernowo, 2002).
2.      Sistem pembelajaran di Indonesia
Sistem pembelajaran di Indonesia telah membuat siswa cenderung  pasif dan hanya mendengarkan guru mengajar di kelas daripada mencari informasi atau pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan di sekolah dengan membaca buku sebanyak-banyaknya. 
3.      Teknologi dan berbagai tempat hiburan
Munculnya permainan (game) yang makin canggih dan variatif serta tayangan televisi yang semakin menarik, telah mengalihkan perhatian anak dari buku.  Tempat hiburan yang makin banyak didirikan juga membuat anak-anak lebih banyak meluangkan waktu ke tempat hiburan daripada membaca buku.
4.      Minimnya sarana untuk memperoleh bacaan
Masih minimnya sarana untuk memperoleh bacaan juga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya budaya membaca masyarakat Indonesia.   Andaipun harus membeli, harga buku yang ada di pasaran relatif mahal.    Hal ini menyebabkan orang tua tidak membelikan buku bacaan tambahan selain mengutamakan buku-buku yang diwajibkan oleh sekolah.   Apalagi kondisi ekonomi masyarakat yang kurang mampu, jangankan terpikir untuk membeli buku bacaan, untuk memiliki ongkos pergi ke sekolah pun terkadang menjadi hambatan bagi mereka.
5.      Sifat malas yang merajalela
Di Amerika Serikat dan Jepang, setiap individu memiliki waktu baca khusus dalam sehari.   Rata-rata kebiasaan mereka menghabiskan waktu untuk membaca mencapai delapan jam sehari.   Sementara di negara berkembang, termasuk Indonesia, hanya dua jam setiap harinya.   Mereka cenderung memilih untuk bersantai main game, bermalas-malasan menonton televisi atau pergi jalan-jalan ke mall atau tempat hiburan lainnya.
Budaya Membaca di Jepang
Negara maju seperti Jepang kegiatan membaca menjadi sebuah budaya positif, membaca adalah suatu kebiasaan yang telah menjadi kebutuhan bagi masyarakatnya. Dimulai sejak lebih dari seabad yang lalu saat restorasi Meiji, para pemimpin saat itu mulai menerjemahkan buku-buku asing dari seluruh dunia terutama Amerika dan Eropa. Tidak peduli di manapun mereka berada, mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa akan terlihat sedang membaca buku di dalam kereta, stasiun maupun airport. Hal ini tentu menjadi identitas masyarakat jepang di mata dunia selain sebagai masyarakat pekerja keras.
Meski sebagian besar waktunya dihabiskan untuk bekerja, tetapi orang Jepang pantang untuk tidak melakukan apa-apa ketika ada waktu longgar. Ketika ada waktu longgar, negara yang pernah hancur lebur pada Perang Dunia kedua itu memanfaatkannya untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat, seperti membaca. Budaya membaca sudah mendarah daging bagi masyarakat Jepang. Para orangtua sudah mengajarkan membaca kepada anak-anaknya sejak dini. Hasilnya, membaca bukan lagi kegiatan yang dipaksakan tetapi sudah menjadi hobi (Harjasujana, 2000).
Orang-orang Jepang memang terkenal sebagai masyarakat yang “kutu buku” dalam cerita-cerita yang berkembang di dunia internasional yang mana dibuktikan dengan fakta bahwa tiap tahun lebih dari 1 miliar buku dicetak di Jepang. Menurut Yoshiko Shimbun, kebiasaan membaca di Jepang diawali dari sekolah. Para guru mewajibkan siswa-siswanya untuk membaca selama 10 menit sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kebijakan ini telah berlangsung selama 30 tahun. Para ahli pendidikan Jepang mengakui bahwa pola kebiasaan yang diterapkan ini terlalu bersifat behavioristik, di mana terdapat reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) dalam pelaksanaan aturan tersebut. Namun, pembiasaan yang dilakukan dari tingkat sekolah dasar dinilai cukup efektif, karena dilakukan pada anak-anak sejak usia dini.
Awalnya, seperti yang disebutkan harian tersebut, pelaksanaan regulasi tersebut memang sulit dilakukan, mengingat para murid memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan yang berbeda. Namun, karena pola pendidikan di Jepang didesain sedemikian sehingga berkesinambungan dengan pola pendidikan di rumah, sehingga dalam pelaksanaannya, orangtua juga proaktif mengembangkan kebiasaan baca di sekolah.
Budaya membaca yang tinggi pada masyarakat Jepang jika dibandingkan dengan negara lain tidak tumbuh begitu saja, tapi by design salah satu contohnya kurikulum sekolah di Jepang di buat sedemikian rupa sehingga pada usia dini anak TK sudah diajar membaca, dengan memaksa untuk menyukai buku, dengan membuat permainan lebih banyak pada bagaimana mengenal huruf, hingga mengundang mahasiswa internasional untuk berinteraksi dengan mengenalkan mereka huruf.  Disamping usaha sekolah, orang tua sangat berperan bagaimana meningkatkan minat anak membaca, salah satunya dengan memberikan hadiah berupa buku bacaan atau komik, dan menjadikan perpustakaan daerah sebagai tujuan wisata di akhir pekan.  Perpustakaan daerah yang dikelola pemerintah sangat menarik minat para pengunjung, karena tidak hanya mengoleksi buku bacaan, tapi juga koleksi kaset rekaman film, piringan hitam musik hingga lukisan yang tentu saja semuanya dapat di pinjam oleh pengunjung. 
Tachiyomi di Jepang
Di Jepang, ada kebiasaan yang berkembang luas di masyarakat, yaitu Tachiyomi yang merupakan kabiasaan masyarakat Jepang baik anak muda maupun usia lanjut untuk memanfaatkan waktu luang mereka untuk membaca,  biasanya membaca sambil berdiri di depan toko buku. Buku yang dibaca bermacam-macam mulai dari majalah, komik (manga) buku pelajaran atau buku yang lainnya. Dengan tingginya pola baca masyarakat jepang, maka toko buku, toko buku cafe hingga convenience store menyediakan khusus buku atau komik populer bagi pembaca yg hanya ingin membaca, membaca buku/komik tersebut sebelum memutuskan membacanya atau hanya sekedar membaca gratis. 
Perbedaan budaya tersebut yang membedakan Jepang dan Indonesia, budaya membaca orang-orang jepang tidak dipungkiri mampu membawa Jepang menjadi negara yang jauh lebih maju dibanding Indonesia. Tingkat kemajuan membaca masyarakat Indonesia sangat rendah dibanding dengan Negara-negara lainnya,ini dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih memilih menggunakan waktu luangnya untuk pergi berbelanja ke mall, dan lain sebagainya  dibanding dengan mengisi waktu luang mereka untuk membaca buku di perpustakaan,sedangkan masyarakat Jepang menggunakan waktu luang mereka untuk membaca buku. Masyarakat Jepang tidak hanya membaca buku diperpustakaan tetapi juga mereka terbiasa membaca buku di kendaraan umum,kebiasaan yang sungguh jauh berbeda dengan masyarakat Indonesia.
Penutup
Peradaban suatu bangsa ditentukan oleh kecerdasan dan pengetahuannya, sedangkan kecerdasan dan pengetahuan di hasilkan oleh seberapa ilmu pengetahuan yang di dapat, sedangkan ilmu pengetahuan di dapat dari informasi yang diperoleh dari lisan maupun tulisan. Semakin banyak penduduk suatu wilayah yang haus akan ilmu pengetahuan semakin tinggi peradabannya.
Budaya suatu bangsa biasanya berjalan seiring dengan budaya literasi, faktor kebudayaan dan peradaban dipengaruhi oleh membaca yang dihasilkan dari temuan-temuan para kaum cerdik pandai yang terekam dalam tulisan yang menjadikan warisan literasi informasi yang sangat berguna bagi proses kehidupan social yang dinamis.
Rendahnya budaya membaca masyarakat kita sangat mempengaruhi kualitas bangsa Indonesia, sebab dengan rendahnya budaya membaca, tidak bisa mengetahui dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi di dunia, di mana pada akhirnya akan berdampak pada ketertinggalan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara tetangga, perlu menumbuh kan  budaya membaca sejak dini.

Daftar Pustaka
Tilaar, H. A. R.  2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Adler, M. J. dan Van Doren, C. Penyadur : Budi Prayitno. 1989. Cara Membaca Buku dan Memahaminya. Jakarta: PT Pancaca Simpati.
Harjasujana, A.S. & Damaianti, V.S. 2003. Membaca dalam Teori danPraktik. bandung: Mutiara.
Harjasujana, A.S. & Mulyati,  Y. 1997. Membaca 2, Modul Universitas Terbuka. Jakarta: Depdikbud.
Hernowo (Edt).2003. Quantum Reading: Cara cepat dan Bermanfaat Untuk Merangsang Munculya Potensi Membaca. Bandung: MLC.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

pemerintah indonesia harus meniru sistem budaya membaca ini agar negara kita bisa maju, jgn berkembang terus.